Pujaan Hatiq

Pujaan Hatiq

Total Tayangan Halaman

Selamat Datang In World Of Niara.

tersenyumlah selalu

tersenyumlah selalu

Selasa, 23 November 2010

Polarisasi


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pada tahun 1873, J.C Maxwell secara teori menjabarkan kemungkinan adanya gelombang elektromagnetik di alam yang menjalar dengan kecepatan sebesar kecepatan cahaya. Kemudian secara umum eksperimen Heinrich Hertz pada tahun 1888, dengan memakai osilasi dipol listrik berhasil memperoleh gelombang elektromagnetik yaitu gelombang-mikro yang ternyata dapat dipantulkan, dibiaskan, difokuskan dengan lensa, dan seterusnya sebagaimana lazimnya.
Sejak itu, cahaya diyakini sebagai gelombang elektromagnetik transversal yang dimaksud dengan gelomabng elektromagetik adalah gelombang medan listrik dan medan magnet. Artinya oleh adanya gelombang elektromagnetik maka kuat medan magnet dan kuat medan listrik disetiap titik yang dilalui gelombang elektromagnetik itu berubah-ubah terhadap waktu secara periodik dan perubahan itu dijalankan sepanjang arah menjalarnya gelombang. Untuk  menjalarnya gelombang elektromagnetik tidak memerlukan medium dan bahkan adanya medium maka menghambat menjalarnya gelomabng elektromagnetik.
Gelombang elektromagnetik dapat dipantulkan dan ditransmisikan, dari pemantulan tersebut dapat terpolarisasi bidang. Gelombang elektromagnetik dikatakan terpolarisasi bidang apabila bidang getar gelomabng medan listrik dan medan magnetnya tertentu. Pada umumnya gelombang terdiri dari sinar-sinar dari berbagai kemungkinan bidang getar bagi medan listrik dan medan magnetnya , bidang getar itu dinamakan bidang polarisasi. Dengan kata lain, polarisasi adalah peristiwa  terjadinya perubahan arah medan listriknya menjadi searah dengan mengabaikan arah dari medan magnet.
Dengan prinsip polarisasi tersebut dilakuakn pada percobaan polarisasi (hokum Malus) dengan menggunakan laser He-Ne sabagai sumber cahaya yang termasuk dalam gelombang elektromagnetik. Dimana pada percobaan dilakukan dua kali dengan menggunakan laser tanpa retarder (bidang penunda) dan menggunakan retarder (bidang penunda). Untuk percobaan laser tanpa retarder sebagai pembuktian Hukum Malus dimana laser dilewatkan pada polrizer 1 dan diteruskan menuju polarizer 2 sebagai analyzer. Dan akan terlihat bayangan pada layer yang terhubung dengan fotometer untuk mengetahui intensitasnya. Dengan mengubah sudut analyzer akan diperoleh pula nilai intensitas yang berbeda.
Pada percobaan laser dengan menggunakan retarder hampir sama dengan percobaan laser tanpa retarder hanya saja retarder diletakkan antara polarizer 1 dan polarizer 2 dan dipergunakan bidang penunda 140 nm . Sehingga diperoleh intensitas awal pengukuran Io, intesitas dari fotometer I1 dan sudut analyzer sebagai sudut datang θ. Dengan hal tersebut dapat menentukan hubungan intensitas dengan sudut analyzer, mengetahui peristiwa polarisasi dan mengetahui sifat dari bidang retarder. Prinsip percobaan tersebut memberikan manfaat untuk mempelajari fotoelastisitas dan efek Kerr.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan pada percobaan polarisasi (Hukum Malus) adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana terjadinya peristiwa polarisasi pada percobaan polarisasi (Hukum Malus) ?
2.      Bagaimana hubungan antara intensitas dengan sudut analyzer baik menggunakan bidang penghambat ataupun tanpa bidang penghambat ?
3.      Bagaimana sifat dari bidang retarder pada percobaan polarisasi (Hukum Malus) ?

1.3  Tujuan
Berdasarkan penjabaran permasalahan diatas, tujuan dari percobaan (Hukum Malus) adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui terjadinya peristiwa polarisasi pada percobaan polarisasi (Hukum Malus).
2.      Mengetahui hubungan antara intensitas dengan sudut analyzer baik menggunakan bidang penghambat ataupun tanpa bidang penghambat.
3.      Mengetahui sifat dari bidang retarder pada percobaan polarisasi (Hukum Malus).

1.4  Manfaat
 Dari percobaan polarisasi (Hukum Malus) dapat dipergunakan landasan awal untuk mempelajari fotoelastisitas dan efek kerr.



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Polarisasi
Polarisasi cahaya atau polarisasi optik adalah salah satu sifat cahaya yakni jika cahaya bergerak berosilasi dengan arah tertentu. Cahaya termasuk gelombang elektromagnetik yang berarti mempunyai medan listrik dan medan magnet, keduanya berposisi tegak lurus satu sama lain dan tegak lurus terhadap arah rambatanya (Guntur,Utama.1999:183). Disamping itu, cahaya dikategorikan sebagai gelombang transversal yang merambat tegak lurus pada arah rambatannya seperti gambar 2.1. Dengan kata lain, polarisasi dapat terjadi bila cahaya tersebut merupakan gelombang elektromagnetik dan gelombang transversal.
Sumber:Perambatan Gelombang Elektromagnetik,2007
Gambar 2.1.1: Gelombang Elektromagnetik
Suatu cahaya dikatakan terpolarisasi apabila cahaya itu bergerak merambat dengan mengutamakan arah tertentu dengan dicirikan oleh arah vektor bidang listrik tersebut dan arah polarisasi dicirikan oleh bidang magnetnya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar 2.1.2 sebagai berikut:
Sumber:Azas-Azas Ilmu Fisika,1992
Gambar 2.1.2: Polarisasi Cahaya Oleh Pantulan
Dengan mula-mula cermin T2 diatur sejajar berhadapan dengan cermin T1, sinar cahaya dijatuhkan dengan sudut kemiringan Ø terhadap normal N1. Sinar tersebut dipantulkan di O1 ke cermin T2 di O2 yang oleh T2 dipantulkan lagi lebih lanjut, yang lalu ditangkap oleh tabir. Cermin T2 diputar sedikit demi sedikit dengan garis penghubung O1O2 selaku sumbu putar, maka intensitas cahaya di tabir , yang diputar mengikuti berputarnya bintik bayangan, makin lemah dan mencapai minimum pada saat mencapai sudut 900. Sehingga dapat dilakukan dengan variasi sudut kemiringan , maka Ø= Øp tertentu, inetnsitas bintik bayangan ditabir akan menjadi nol (Soedojo,1992:155).
Berdasarkan dari penjelasan diatas dapat diaplikasikan pada sebuah polarisator. Polarisator merupakan sebuah alat yang dipergunakan untuk mempolarisasikan cahaya. Sebuah polarisator yang sempurna akan meneruskan 50% intensitas cahaya yang tak terpolarisasi yang datang. Dianggap bahwa tidak ada cahaya yang hilang oleh pantulan-pantulan dan dianggap cahaya yang dipolarisasi hanya sebagian saja.
Jika suatu cahaya terpolarisasi linier dan tegak lurus pada Polaroid, sedang arah polarisasi membuat sudut θ  dengan sumbu polaroid. Sehingga amplitudo yang diteruskan adalah sebesar proyeksi pada medan listrik sumbu polaroid, akibatnya intensitas cahaya yang diteruskan menjadi:
I0=Im (cos θ)2               ……………………….(1)  
Persamaan (1) disebut sebagai Hukum Malus (Sutrisno,1979:119)
2.2 Macam-macam Polarisasi
Adapun macam-macam dari polarisasi adalah sebagai berikut:
a.       Polarisasi Linier
Sumber:Polarisasi,2003
Gambar 2.2.1: Polarisasi Linier
Polarisasi linier terjadi pada saat medan listrik superposisi mempunyai arah baru dan ujungnya bergerak pada garis lurus seperti pada gambar 2.2.1.
b.      Polarisasi Sirkuler
Sumber:Polarisasi,2003
Gambar 2.2.2: Polarisasi Sirkuler
Polarisasi sirkuler terjadi pada saat ujung vektor medan listrik berputar pada lingkaran karena bersuperposisi pada titik hitam tersebut dan memiliki amplitudo yang sama seperti terlihat pada gambar 2.2.2.


c.       Polarisasi Eliptis
Sumber:Polarisasi,2003
Gambar 2.2.3:Polarisasi Eliptis
Polarisasi eliptis terjadi karena hasil dari superposisi sirkular memberikan vektor medan listrik yang ujungnya berputar pada sebuah elips dan mempunyai amplitudo yang tidak sama seperti terlihat pada gambar 2.2.3 (Anonim,2003:10)

2.3 Lempeng Penghambat (retardation plate)
Lempeng hambat adalah kristal yang dipotong sedemikian hingga setelah berkas cahaya akan terhambat daripada berkas cahaya yang lain sehingga terjadi beda fase antara keduanya (Soedojo,1992:163). Gambar 2.3.1 memperlihatkan potongan memperlihatkan lempeng hambat sedemikian, dimana suatu kristal dipotong dan digosok sedemikian menjadi berwujud lempeng dengan kedua permukaanya pada arah sumbu optik kristal. Maka berkas cahaya yang mengenainya tegak lurus  tidak akan mengalami bias rangkap seperti pada gambar 2.3.1.
Sumber: Azas-azas optik,1992
Gambar 2.3.1: Kerja Lempeng hambat
Jika lempeng hambat tersebut adalah lempeng hambat setengah lambda dan cahaya yang datang terpolarisasi bidang dengan bidang polarisasi yang membuat sudut Ø terhadap sumbu optik setelah meninggalkan kristal, bidang polarisasi akan berputar sehingga membuat sudut –Ø dengan sumbu optik. Dimana membuat sudut putar yang sama sewaktu datang tetapi arah yang berlawanan terhadap sumbu optik, seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.3.2 sebagai berikut:
Sumber: Azas-azas optik,1992
Gambar 2.3.2:Pemutaran bidang polarisasi oleh 1/2λ


Tidak ada komentar:

Posting Komentar