Pujaan Hatiq

Pujaan Hatiq

Total Tayangan Halaman

Selamat Datang In World Of Niara.

tersenyumlah selalu

tersenyumlah selalu

Selasa, 23 November 2010

interferensi



BAB 1.  PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Dalam optika geometris, tidak tinjau adanya interaksi atau pengaruh antara sinar-sinar cahaya. Sebaliknya, dalam membahas interferensi yang ditinjau adalah cahaya sebagai gelombang elektromagnetik. Pada hakekatnya cahaya adalah gelombang elektromagnetik transversal dengan arah medan magnetik itu sefase dengan gelombang medan listrik  yang menyertainya. Interferenssi adalah akibat bersama beberapa gelombang dan cahaya, yaitu yang diperoleh dengan menjumlahkan gelombang-gelombang tersebut. Hasil penjumlahan itu akan memberikan intensitas yang maksimum di suatu titik, apabila ditik tersebut gelombang-gelombang itu selalu sefase.
Agar pola interferensi yang misalnya berwujud lingkaran-lingkaran gelap terang dapat terjadi, hubungan fase antara gelombnag-gelombang disembarang titik. Pada interferensi haruslah tetap sepanjang waktu atau dengan kata lain gelombang-gelombang itu harus koheren. Syarat koheren tidak akan terpenuhi jika gelombang-gelombang itu berasal dari sumber-sumber cahaya yang berlainan, sebab setiap sumber cahaya biasa tidak akan memancarkan gelombang cahaya kontinu, melainkan terputus; gelombang elektromagnetik cahaya dipancarkan sewaktu terjadi deeksitasi atom agar diperoleh gelombang-gelombang elektromagnetik cahaya yang koheren, gelomabang-gelombang itu harus berasal dari sumber cahaya yang sama.
Percobaan interferensi pertama kali dilakukan oleh Thomas Young pada tahun 1801. dalam percobaan yang menjelaskan bahwa difraksi merupakan gejala penyebaran arah yang dialami oleh seberkas gelombang cahaya ketika melalui suatu celah sempit di bandingkan dengan ukuran panjang gelombangnya. Jika pada difraksi tersebut berkas gelombangnya melalui dua celah sempit maka ketika dua gelombang atau lebih tersebut bertemu atau berpadu dalam ruang medan-medan tersebut akan salin menambahkan dengan megikuti prinsip superposisi. Pada percobaan Young hanya menjelaskan pola interferensinya saja dan dapata membuktikan bahwa cahaya merupakan gelombang.
Setelah percobaan Young, A. Michelson mendesain dan menciptakan sebuah interferometer dengan prinsip yang sama digunakan oleh Young. Interferometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur panjang gelombang atau perubahan panjang gelombang dengan ketelitian yang sangat tinggi berdasarkan penentuan garis-garis interferensi. A.Michelson mendesain sebuah interferometer yang bertujuan untuk membuktikan adanya ether, dimana setiap ether ini merupakan medium yang digunakan untuk penjalaran cahaya, tetapi tidak terbukti. Seiring dengan perkembangan, interferometer Michelson dipergunakan untuk menemukan panjang gelombang cahaya, menentukan jarak yang sangat pendek serta untuk mengamati medium optik.
Pada percobaan interferometer menggunakan laser He-Ne sebagai sumber cahaya. Dengan kata lain, telah diketahui panjang gelombang dari laser. Oleh karena itu, dengan merancang percobaan interferometer Michelson dapat diperoleh pola interferensi berupa frinji berbentuk lingkaran pada layar pengamatan serta mendapatkan nilai ketetapan kalibrasi dari interferometer Michelson dengan laser He-Ne. Percobaan dapat diaplikasikan untuk mencari indeks bias kaca, gas dan material transparan yang lain dalam bentuk  lapisan tipis dan untuk menentukan kecepatan cahaya dalam eksperimen Michelson-Morley.

1.2   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka rumusan masalah dari percobaan Interferometer Michelson dengan Laser He-Ne sebagai berikut:
1.                    Bagaimana merancang percobaan Interferometer Michelson dengan Laser He-Ne ?
2.                    Bagaimana bentuk hubungan grafik antara jumlah frinji (N) dengan pergeseran cermin (dm)?
3.                    Bagaimana cara menentukan kalibrasi Interferometer Michelson dengan Laser He-Ne ?
4.                    Bagaiamana menentukan ketetapan kalibrasi k1 dengan grafik dan k2 dengan rumus ?

1.3  Tujuan
Berdasarkan uraian dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari percobaan Interferometer Michelson dengan Laser He-Ne sebagai berikut:
1.      Dapat merancang percobaan Interferometer Michelson dengan Laser He-Ne.
2.      Dapat mengetahui bentuk hubungan grafik antara jumlah frinji (N) dengan pergeseran cermin (dm).
3.      Dapat menentukan kalibrasi Interferometer Michelson dengan Laser He-Ne .
4.      Dapat menentukan ketetapan kalibrasi k1 dengan grafik dan k2 dengan rumus.

1.4  Manfaat
Dengan melakukan percobaan Interferometer Michelson dengan Laser He-Ne diperoleh manfaat sebagai berikut:
  1. Untuk mencari indeks bias kaca, gas dan material transparan yang lain dalam bentuk  lapisan tipis
  2. Untuk menentukan kecepatan cahaya dalam eksperimen Michelson-Morle
  3.  
 


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Laser
Laser diperoleh dari singkatan ”Light Amplification by Stimulated of Radiation”, yaitu sebuah berkas cahaya yang bersifat monokromatik dan koheren yang diperoleh dari adanya emisi radiasi yang terstimulasi. Alat ini menggunakan efek mekanika kuantum, pancaran terstimulasi yang menghasilkan cahaya seperti pengertian diatas. Proses pembentukan laser dari sebuah medium penguat yang berfungsi sebagai amplifier optical yang diletakkan dalam resonator atau piranti optik yang sesuai ketika disatukan atau dirangkai dengan cahaya dari sumber lainnya.
Beberapa jenis laser, seperti laser dye dan laser vibronik benda-padat dapat memproduksi cahaya lewat jangka lebar gelombang.Properti ini membuat mereka cocok untuk menciptakan detak sinyal sangat pendek dari cahaya. Jenis yang lain adalah laser HeNe menggunakan metode tumbukan non elastik atom-atom, juga digunakan pelucutan elektron. Laser inilah yang digunakan sebagai sumber untuk mengetahui pola interferensi pada Interferometer Michelson.
Sebuah atom pada tingkat energi 2 dapat meluruh ketingkat energi 1 disertai emisi foton. Terjadinya emisi ini disebabkan karena populasi elektron pada tingkat energi 2 lebih tinggi dari tingkat energi 1, keadaan ini dinamakan populasi terbalik. Akibat adanya populasi terbalik ini, elektron mempunyai probabilitas lebih besar untuk meluruh ke tingkat energi 1. untuk mendapatkan pepulasi terbalik, ada beberapa metode yang digunakan, diantaranya, 1). Eksitasi foton 2). Eksitasi elektron 3). Tumbukan non elestik atom-atom.
Gambar 2.1 Bagan terjadinya emisi
Pemompaan optik terjadi ketika sebuah sumber cahaya luar digunakan untuk menghasilkan populasi tinggi pada tingkat energi tertentu dengan jalan absorpsi optik terseleksi, seperti gambar (a) metode ini biasa digunakan dalam laser zat padat seperti ruby laser. Gambar (b) menunjukkan eksitasi elektron dalam gas biasa digunakan untuk menghasilkan populasi terbalik yang diinginkan.  Metode ini digunakan pada beberapa laser gas seperti laser argon atau kripton. Pada jenis eksitasi ini, medium laser membawa arus pelucutan. Pada tekanan dan arus yang sesuai, elektron pada arus pelucutan secara langsung mengeksitasi atom-atom aktif untuk menghasilkan populasi yang lebih tinggi pada tingkat energi tertentu dibandingkan dengan tingkat energi yang lebih rendah, akibatnya terjadilah emisi foton terstimulasi.
Metode ketiga juga digunakan pelucutan elektron. Disini digunakan sistem kombinasi gas yang sesuai misalnya dua tipe atom A dan B yang berbeda. Masing-masing mempunyai keadan tereksitasi  A* dan B* yang tingkat energinya berimpit atau hampir berimpit, seperti gambar (c). Dalam keadan ini eksitasi lintas antar dua atom tersebut mungkin akan terjadi dalam bentuk:
A* + B → A + B*
Jika keadaan tereksitasi, salah satu atom misalnya A* dalam keadaan metastabil, maka gas B akan berfungsi sebagai keluaran pada proses eksitasi. Akibatnya, akan terdapat kemungkinan tingkat energi eksitasi EB*  mempunyai populasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan gdengan tingkat energi dibawahnya, dimana atom B* dapat meluruh disertai radiasi foton. Contohnya laser yang digunakan pada eksperimen ini laser HeNe. Metode yang ketiga diatas telah dilakukan oleh Javan dan kawan-kawan dalam Laser He-Ne, yang merupakan gas pertama yang bekerja kontinu. Dimana aksi laser terjadi pada saat tingkat-tingkat energi dari Ne, sedangkan atom He memiliki peranan mambantu proses pemompaan (Laud, 1988:101).

2.2 Interferensi
            Gejala interferensi yaitu terjadinya pola gelap terang berselang-seling atas bayangan benda sumber cahaya, hanya dapat diterangkan berdasarakan teori gelomabng elektromagnetik cahaya. Dua sinar gelombang akan saling menguatkan bilamana keduanya sefase dan sebaliknya akan saling melemahkan, bahkann saling menghapuskan, bilamana fase keduanya saling berlawanan (Soedojo, 2004:117).
Gambar 2.2 Interferensi celah dua Young

            S1, S2 , dan S3 adalah celah sempit yang dilalui oleh cahaya dengan panjang  gelombang ë. Gelombang cahaya yang memancar dari S1 akan mengenai celah S2 dan S3 dan menurut teori Huygens dari S2 dan S3 akan memancar gelombang-gelombang cahaya yang koheren. Kerja sama antara kedua gelombang yang berasal dari S2 dan S3 diamati pada layer di titik P. Beda antara lintasan optic antara kedua sumbu S2 dan S3 di P adalah sebagai berikut :
                        S2P – S3P = r1-r2                                            ……………… (1)
                        S2A = d sin  ; dengan tan =      ……………… (2)
Untuk è << (sudut yang sangat kecil), maka tan è sin , sehingga :
r1-r2 =                                        ……………… (3)
Interferensi konstruktif (maksimum=terang) terjadi di P bila :
r1-r2 = m, dengan m = 0, 1, 2, dan seterusnya.
Atau
  = m, maka           .…………….. (4)
Interferensi destruktif (minimum = gelap) terjadi di P bila :
                        , m=0,1,2 …..dst     ……………... (5)
Pada hakekatnya gelombang elektromagnetik cahaya tidak murni harmonic, yakni grafik fungsinya berupa grafik sinus atau cosinus. Agar terjadi pola interferensi, berkas-berkas sinar yang berinterferensi harus koheren, artinya sebentuk;jadi harus berasal dari satu sumber yang sama. Ada 2 cara kemungkinan untuk memperoleh berkas-berkas sinar yang koheren dari satu sumber cahaya tertentu, yaitu dengan wave front division atau pemecahan amplitudo dan  amplitudo division atau pemecahan amplitude, maksdunya interferensi diperoleh dari bagian gelombang yang diteruskan dan bagian gelombang lainnya dipantulkan (Soedojo, 1992:79). Contoh interferensi yang paling sederhana adalah percobaan Thomas Young seperti pada gambar 2.2 ditahun 1801.

2.3 Interferometer Michelson
Jika 2 gelombang dengan frekuensi sama tetapi mempunyai amplitudo dan fase yang berbeda bertemu pada satu titik, maka akan bersuperposisi atau terganggu, sehingga:
  ……………………(6)
 Gelombang yang dihasilkan dapat digambarkan sebagai :
                              ……………………..(7)
Dengan amplitude,         ……………………..(8)
Dan          (Gottingen, 1995:13)
            Dalam percobaan Interferometer Michelson menggunakan metode dan prinsip yang sama dengan Thomas Young, namun menggunakn metode pemecahan amplitude. Pengertian interferometer sendiri adalah alat yang digunakan untuk mengukur panjang gelombang atau perubahan panjang gelombang dengan ketelitian yang sangat tinggi berdasrakan penentuan garis-garis interferensi (Halliday, 1994:715). Pada wal percobaan Michelson dipergunakan untuk membuktikan adanya ether, namun tidak terbukti. Akhirnya Interferometer Michelson digunakn untuk menentukan panjang gelombang, menentukan jarak yang sangat pendek dan mengamati sifat medium optik.
   Sumber: www.wikipedia.com
Gambar 2.3 Skema Interferometer Michelson

Sebuah berkas cahaya dari laser menuju lensa konveks. Kemudian difokuskan oleh lensa tersebut untuk dipancarkan menuju beam spliter, sehingga berkas cahaya terbagi menjadi dua berkas sinar. Berkas sinar pertama ditransmisikan menuju movable mirror (M1) dan satu berkas cahaya lain direfleksikan menuju adjustable mirror (M2). Kemudian berkas cahaya tersebut direfleksikan lagi menuju beam spliter, berkas cahaya berasal dari M1 direfleksikan oleh beam spliter menuju layar pengamatan dan berkas cahaya dari M2 ditransmisikan oleh beam spliter menuju layar pengamatan. Dari hasil transmisi dan refleksi oleh beam spliter akan diperoleh pola interferensi berupa lingkaran-lingkaran gelap-terang berupa frinji seperti pada gambar 2.3.
Disini akan diperoleh perbedaan fase relatif yang bergantung pada perbedaan panjang lintasan masing-masing berkas sebelum mencapai titik pertemuan. Pola interferensi berupa piringan gelap dan dikelilingi cincin gelap menurut ketentuan rumus sebagai berikut:
cos , dengan m =0,1,2,…
dan cincin terang pada  yang ditentukan oleh rumus sebagai berikut:
cos , dengan m =0,1,2,…
Pada umumnya, sebuah interferometer dapat digunakan dengan dua cara. Jika karakteristik cahaya sumber telah diketahui dengan tepat (misalnya panjang gelombang, intensitas dan polarisasinya) maka perubahan panjang lintasan optik dapat dibuat dan pengaruhnya terhadap pola interferensi dapat dianalisis. Dengan memberikan perubahan-perubahan khusus pada panjang lintasan optik maka informasi tentang sumber cahaya dapat diperoleh. Namun permasalahan yang terjadi pada interferometer michelson ini adalah kalibrasi alat, kalibrasi ini diperlukan karena untuk mengetahui apakah alat yang digunakan masih berfungsi dengan baik (Srivastava,1987:15) yaitu dengan membandingkan hasil panjang gelombang pada laser yang telah diketahui dengan panjang gelombang laser yang diperoleh dengan rumus. Oleh karena itu perlu dicari kaitannya antara jarak mirror bergerak dengan jarak mikrometer melalui kesebandingan:

dimana k adalah tetapan kesebandingan (kalibrasi) .

2 komentar: